Tuesday, May 15, 2007

Dan "Kartini" pun Menangis...





KARTINI. Beberapa siswa perempuan SMPN 5 Purwokerto membuat lukisan dalam “Ekspresi Lukis Kartini 2007”. Keprihatinan akan nasib perempuan saat ini mereka tuangkan dalam karya mereka.

RAKYAT/SUBARKAH BUDI W



Dan “Kartini” pun Menangis…

Seorang wanita terperangkap dalam kobaran api. Wajahnya berdarah-darah. Bahkan kedua bola matanya hampir copot keluar. Air mata darah pun menetes di pipinya.

Tak hanya itu, rambutnya juga acak-acakan. Dari keningnya mengucur darah membasahi wajah hingga ke lehernya. Mulutnya tak berukuran normal dan merah menyala karena lipstik yang tak karuan.


Tenang dulu. Gambaran tadi bukan terjadi sungguhan. Itu hanya salah satu lukisan karya anak-anak SMPN 5 Purwokerto dalam “Ekspresi Lukis Kartini 2007” yang diadakan sekolah tersebut baru-baru ini.


“Saya kesal dengan nasib perempuan sekarang. Banyak sekali kekerasan yang terjadi pada perempuan. Tapi ya banyak juga perempuan yang nggak peduli sama nasibnya” ungkap Intan Sari, siswa kelas 8 sang pembuat lukisan tadi.


“Gak tahu dapat ide dari mana. Spontanitas saja” lanjutnya.


Di salah satu pojok ruangan, ada pula lukisan seorang wanita yang sedang menangis sedih. Begitu sedihnya hingga ia digambarkan dengan wajah yang membiru. Bahkan airmata yang menetes di pipinya tak berbeda dengan wajahnya. Disebelah wanita itu ada sebuah coretan motif kain batik.


Ya, Diana Fitriani, sang pembuat lukisan mencoba menggambarkan sosok Kartini sebagai wanita Jawa di zaman sekarang lewat lukisannya. Ia sangat menghayati karyanya. Tak heran, jemarinya penuh cat karena ia gunakan untuk menorehkan karyanya. Hanya sesekali ia menggunakan kuas.


“Perempuan di lukisan saya memang sedang kecewa. Ia sedih dengan kondisi perempuan di Indonesia sekarang ini” katanya.


Intan dan Diana hanya dua dari enam belas siswa perempuan yang hari itu memperingati Hari Kartini dengan karya mereka. Sebagian besar siswa yang lain lebih senang menggambar pemandangan dan bunga.


Bentuk ekspresi yang sederhana tapi patut diacungi jempol juga. Dikatakan sederhana karena kanvas yang mereka gunakan hanya berupa kardus bekas. Sedangkan peralatan yang lain sudah disediakan dari sekolah terutama untuk kegiatan ekstrakurikuler seni rupa.


Menurut Cipto Pratomo, guru seni rupa sekolah tersebut, acara ini diadakan justru karena siswa yang menginginkan. Ia pun monggo saja dan membiarkan mereka berekspresi dengan karyanya. “Lukisan merupakan ekspresi yang sebebas-bebasnya” katanya.


Disinggung mengenai lukisan “wanita nelangsa” karya muridnya, ia hanya berujar, “Ah, mungkin mereka terlalu banyak nonton TV. Banyak pemberitaan tentang kekerasan terhadap perempuan di media massa”. (Subarkah Budi Wibowo)

Koran Rakyat, (25 April 2007)

No comments:

Post a Comment